Populer entri

Jumat, 03 Juni 2011

kesalahan mendidik


Anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya. Maka, kita sebagai orang tua bertanggung jawab terhadap amanah ini. Tidak sedikit kesalahan dan kelalaian dalam mendidik anak telah menjadi fenomena yang nyata. Sungguh merupakan malapetaka besar ; dan termasuk menghianati amanah Allah.
Adapun rumah, adalah sekolah pertama bagi anak. Kumpulan dari beberapa rumah itu akan membentuk sebuah bangunan masyarakat. Bagi seorang anak, sebelum mendapatkan pendidikan di sekolah dan masyarakat, ia akan mendapatkan pendidikan di rumah dan keluarganya. Ia merupakan prototype kedua orang tuanya dalam berinteraksi sosial. Oleh karena itu, disinilah peran dan tanggung jawab orang tua, dituntut untuk tidak lalai dalam mendidik anak-anak.
Mendidik yang baik adalah yang berhasil membantu individu dapat mempertahankan dan meningkatkan mutu hidup. Hal ini terjadi apabila bentuk kegiatan pendidikan mempunyai tujuan yang tepat.
Kekeliruan-kekeliruan mendidik adalah bentuk­bentuk kegiatan pendidikan yang tujuannya tidak benar dan/atau cara pencapaiannya tidak tepat.Tujuan pendidikan dikatakan tidak benar apabila berisi nilai-nilai hidup yang bersifat mengingkari dan merusak harkat dan martabat manusia sebagai pribadi, warga, dan hamba Allah.
Banyak sekali kasus – kasus kekeliruan pendidikan yang di pertontonkan di media cetak dan media elektronik. Misalnya saja, kasus penganiayaan yang dilakukan oleh oknum guru dan kekerasan yang tejadi di keluarga. Para pelaku penganiayaan berdalih bahwa itu untuk melatih disiplin. Memang benar Pembentukan disiplin diri merupakan suatu proses yang harus dimulai sejak masa kanak-kanak. Oleh karena itu pendidikan disiplin pertama-tama sudah dimulai dari keluarga (orangtua). Dalam kehidupan masyarakat secara umum, metode yang paling sering digunakan untuk mendisiplinkan warganya adalah dengan pemberian hukuman. Hal yang sama dilakukan juga oleh sebagian besar orangtua atau pun guru dalam mendidik anak-anak atau murid-murid.





Lagi, Guru Aniaya Siswa SD Terjadi di Banten
Murid SD itu mengaku kepalanya sempat dibenturkan di tembok hingga memar.
                                                                                          Rabu, 2 Desember 2009, 15:25 WIB

       VIVAnews -- Kasus kekerasan yang dilakukan seorang guru terhadap siswanya kembali terjadi. Di Lebak, Banten, siswa SDN 2 Karanganyar harus menjalani perawatan akibat luka-luka lebam di sekujur tubuhnya karena di pukuli gurunya.

Sementara guru kelas 2 SD itu, pelaku pemukulan kini harus menjalani pemeriksaan di Polres Lebak, untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.

Informasi yang diterima VIVAnews, Rabu, 2 Desember 2009, kasus itu bermula ketika korban memperagakan gelagat oknum guru dengan berpura-pura batuk dihadapan rekan-rekannya.

Tapi, perbuatan itu ternyata dilaporkan oleh salah seorang rekan korban kepada oknum guru tersebut. Mendengar laporan itu sang guru pun berang dan langsung menemui korban yang pada saat itu masih berada di dalam kelas.

Tanpa bertanya lagi, guru itu langsung menyeret korban, di hadapan para siswa, guru itu kemudian menghujan bogem mentah kearah korban sambil membenturkan muka korban ke dingding tembok.

Mengetahui anaknya diperlakukan tidak layak, orang tua korban Ahmad Riyanto mendatangi guru itu dan langsung membalas perlakukan tersangka terhadap anaknya.

Di temui usai menjalani pemeriksaan di Polres Lebak, guru yang bernama Ujang membantah dirinya telah memukuli korban. Menurut dia saat itu dirinya hanya memberikan efek jera kepada korban, karena kelakukan korban dianggap mengganggu ketertiban siswa.

"Saya tidak menampar, melainkan hanya memegang muka korban untuk menakut-nakuti korban agar tidak melakukan perbuatan itu lagi," tutur Ujang.

Sementara, Kanit I Polres Lebak Iptu Syah Johan membenarkan pihaknya telah memeriksa tersangka Ujang di duga telah melakukan penganiyaan terhadap korban Aceng. "Untuk menindaklanjuti laporan dari korban, tersangka kami periksa," katanya.


A.          APAKAH TERGOLONG KEKELIRUAN MENDIDIK ?

Kami dapat menyimpulkan bahwa artikel di atas tergolong kekeliruan mendidik. Mengapa demikian ? karena hanya karena masalah sepele seorang guru telah melakukan kekerasan kepada anak didiknya apalagi sang korban masih kelas 2 SD. Itu adalah umur yang sangat masih kecil. Dalam kasus ini kekerasannya tidak sekedar hanya mencubit atau menjewernya saja, akan tetapi kekerasan yang dilakukan sudah termasuk tindak pidana terhadap perlindungan anak. Seharusnya anak sekecil itu mendapatkan perlindungan dan perawatan dari orang di sekitar, terutama gurunya karena guru adalah sebagai orang tua kedua saat anak berada di sekolah. Mungkin guru tersebut tersinggung dengan guyonan si korban dan guru itu bermsud untuk memberi peringatan kepadanya, hanya saja caranya yang terlalu tragis. Sebenarnya sangat wajar jika anak seusia itu malakukan tindakan – tindakan yang pada umumnya membuat orang dewasa menjadi jengkel karena itu adalah proses dari perkembangan psikologis anak.

B      CARA MENANGGULANGI
Kalau menurut kami pemberian hukuman dalam dunia pendidikan itu perlu juga kadang-kadang dilakukan. Karena terkadang siswa tersebut juga yang menjadikan guru harus melakukan sesuatu yang agak keras kepada siswa. Contohnya saja terkadang siswa berlaku tidak sopan, atau melakukan kesalahan yang sama seperti makan di dalam ruangan, sms an atau nonton atau baca sesuatu yang lain berkedokan buku pelajaran. Terkadang ada yang tidak segan-segan guru sedang menerangkan ada yang dandan, tanpa memperdulikan atau segan kepada gurunya. Dalam memberikan hukuman seorang guru bisa memperhatikan beberapa hal berikut ini :
1.      Umur anak didik, terutama jika anak didiknya usia TK, SD dan SMP. Sangatlah tidak pantas jika seorang guru memberikan hukuman yang sama dengan siswa yang umurnya berbeda. Misalnya anak SD kelas 3 diberi hukuman yang sama dengan anak SD kelas 6 karena sama – sama ramai saat upacara bendera. Disini kebijaksanaan seorang guru sangatlah dibutuhkan, karena pada masa – masa itu sangatlah wajar jika mereka melakukan kesalahan – kesalahan karena adanya perkembangan psikologis anak. Pada masa – masa itu ke-ego-an mempengaruhi otaknya. Pengaruh lingkungan dan proses pencarian jati diri juga sangat mempengaruhi.
2.      Masalah yang ditimbulkan anak didik. Disini seorang guru juga harus bijaksana dalam menentukan sebuah hukuman berdasarkan masalah yang ditimbulkan. Jangan sampai karena masalah sepele jadi urusan besar. Misalnya anak yang menyontek diberi hukuman yang berbeda dengan anak yang ketahuan melihat video porno di Hpnya. Pada umumnya semua peserta didik memiliki model – model kesalahan yang sama ketika mereka menerima pelajaran. Misalnya  rame saat di terangkan/saat upacara. Akan tetapi siswa SD belum bisa membedakan mana yang salah dan mana yang benar.
3.      Jenis hukuman ( fisik / non fisik ). Jenis hukuman sangat berkaitan dengan umur peserta didik dan masalah yang dilakukan. Pemilihan hukuman harus cermat dan bijaksana serta harus tetap berpedoman pada tujuan mendidik yaitu berhasil membantu individu dapat mempertahankan dan meningkatkan mutu hidup. Hukuman yang sedang nge-trend saat ini adalah hukuman fisik. Namun alangkah baiknya jika melakukan hukuman non fisik namun tetap bisa mendidik dan bisa membuat jera.

Disini kami mencoba untuk menyimpulkan tentang jenis – jenis hukuman :
a.       Hukuman paksaan belajar : Misalnya hukuman menghafal beberapa kali, atau hukuman menulis ulang 10x atau lebih pada suatu materi. Dengan cara seperti ini otomatis siswa akan pandai dengan sendirinya karena telah berulang kali menulis dan mengucapkan suatu materi.
b.      Hukuman peringatan : hanya memberi peringatan saja, tanpa bertindak. Misalnya memberi peringatan kepada siswa yang ramai pada saat upacara bendera.
c.       Hukuman yang melibatkan orang tua : misalnya panggilan orang tua dan pemberian skorching pada siswa yang bermasalah.
d.      Hukuman mental : yaitu hukuman yang kaitannya dengan rasa malu peserta didik, sehingga dia jera. Misalnya, pada saat upacara bendera ada peserta didik yang tidak memakai sepatu hitam, sepatu anak itu disita oleh guru sampai pulang sekolah, sehingga anak tersebut tidak bersepatu / ”nyeker” selama pelajaran berlangsung. Ada anak yang ramai saat diterangkan oleh guru, guru tersebut menyuruh anak tersebut untuk mengulang materi yang diterangkan gurunya di depan kelas. Ada anak yang dandan saat diterangkan, kemudian anak tersebut di dandani layak orang gila oleh teman – temannya lalu berjalan keliling sekolah. Kami rasa hukuman mental ini juga ampuh untuk menimbulkan efek jera
e.       Hukuman menguntungkan sekolah : berkaitan dengan lingkungan sekitar sekolah, misalnya membersihkan WC untuk siswa yang terlambat, membuang sampah, dan membersihkan halaman sekolah.
f.       Hukuman fisik : misalnya, lari keliling lapangan, push-up, jalan bebek, hormat bendera, dsb. Hukuman fisik ini juga harus memperhatikan kesehatan fisik peserta didik jangan sampai maksud kita ingin mendidik tapi malah membuat sakit. Disinilah biasanya guru bertindak kelewatan sampai – sampai memukul peserta didiknya.
Seorang guru haruslah bertindak adil, tegas, bijaksana dan tidak pilih kasih. Siapa yang salah maka harus dihukum sesuai kesalahannya. Guru adalah manusia, yang mempunyai batas kesabaran. Disinilah guru di uji untuk menahan emosi jangan sampai melakukan tindakan yang tak bermoral. Guru juga tidak boleh membawa urusan pribadi ke sekolah.
Sebenarnya masalah kekerasan dalam pendidikan bukan hanya salah guru saja, orangtua peserta didik juga pantas disalahkan. Karena biasanya orangtualah yang tidak rela kalau anaknya disakiti di sekolah. sehingga si anak pun juga jadi manja. Baru di cubit aja sudah lapor orang tua? Kalau kita bercermin pada proses pendidikan zaman dahulu, sangatlah berbeda dengan zaman sekarang. Guru kebanyakan kejam dan keras. Siswa jadi takut untuk melakukan kesalahan dan orang tuanya juga tidak lansung ngamuk atau marah-marah kesekolah jika anak mereka dihukum oleh gurunya. Siswa dulu kadang dihukum pake sapu lidi dipukul dibetis, tangan kadang merah karena dipukul pake penggaris kayu, suruh jalan jongkok, hormat bendera selama 2 jam pelajaran, membersihkan kamar mandi selama 1 minggu, terkadang dikurung dikamar mandi selama 4 jam kalau mereka yang punya hobby berkelahi biasanya, ditampar kalau udah kelewatan banget  dan hukuman yang lain-lainnya. Tapi emang tidak ada yang menghukum sampe mereka cederanya berlebihan. Contoh tidak menendang pada bagian yang dianggap sensitif dan mengakibatkan perlu dirawat, tidak pernah memukul kebagian kepala paling juga dijewer atau ditarik rambut halus yang ada didekat telinga, tidak ada yang meninju dan lain-lain yang sangat berbahaya. Kalau guru sekarang keras dikit saja sudah di laporkan pada polisi. Jika seorang guru telah melakukan kekerasan yang melewati batas kewajaran, seperti yang telah di contohkan pada artikel di atas maka sudah sepantasnya kalau dilaporkan kepada pihak yang berwajib, "Kalau dicubit, dijewer, lapor polisi, wah kacau,"
Sesungguhnya hukuman fisik juga ada kerugiannya yaitu disiplin yang tercipta merupakan disiplin jangka pendek, artinya anak hanya menurutinya sebagai tuntutan sesaat, sehingga seringkali tidak tercipta disiplin diri pada mereka. Hal tersebut disebabkan karena dengan hukuman anak lebih banyak mengingat hal-hal negatif yang tidak boleh dilakukan, daripada hal-hal positif yang seharusnya dilakukan.
         Dampak lain dari penggunaan hukuman adalah perasaan tidak nyaman pada anak karena harus menanggung hukuman yang diberikan gurunya jika ia melanggar batasan yang ditetapkan.
Tidak mengherankan jika banyak anak memiliki persepsi bahwa disiplin itu adalah identik dengan penderitaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar